Hukum Utang Piutang adalah: Dasar Hukum, Pelaksanaan dan Cara Menyelesaikannya
Sumber Gambar : shilafinancial.com |
Apa Itu Hukum Utang Piutang?
Hukum utang piutang adalah peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara pemberi utang dan penerima utang serta kewajiban pemberian dan pembayaran utang. Dasar hukum dari hukum utang piutang ini terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1131-1364 yang mengatur mengenai perikatan.
Hukum utang piutang memiliki dua jenis yaitu utang dan piutang. Utang adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemberi utang kepada penerima utang, sedangkan piutang adalah hak yang dimiliki oleh penerima utang untuk meminta pelunasan utang dari pemberi utang.
Dalam hukum utang piutang, terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu pemberi utang, penerima utang, dan pihak ketiga. Pemberi utang adalah yang memberikan utang kepada penerima utang, sedangkan penerima utang adalah yang menerima utang dari pemberi utang. Pihak ketiga merupakan pihak yang tidak terlibat dalam perjanjian utang piutang namun terkait dengan pelaksanaan utang piutang tersebut.
Perjanjian utang piutang diatur dalam KUHPer Pasal 1320-1331. Perjanjian ini dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Namun, untuk kepentingan pembuktian, sebaiknya perjanjian dibuat secara tertulis dan dihadapan Pejabat yang Berwenang agar memenuhi syarat sahnya.
Penyelesaian utang piutang dapat dilakukan dengan cara melunasi utang secara tunai atau dengan cara pembebanan jaminan. Pembebanan jaminan dapat dilakukan dengan jalan fidusia atau hipotek. Fidusia adalah pemberian jaminan atas hak kepemilikan barang bergerak kepada kreditur sebagai jaminan atas pelunasan utang. Sedangkan hipotek adalah pemberian jaminan atas hak kepemilikan barang tidak bergerak kepada kreditur sebagai jaminan atas pelunasan utang.
Apabila pihak pemberi utang tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk melunasi utang, maka pihak penerima utang dapat melakukan gugatan kepada pihak pemberi utang. Gugatan ini dapat dilakukan dengan cara damai melalui mediasi perdata atau melalui jalur hukum dengan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri.
Dalam hal pihak pemberi utang meninggal dunia sebelum melunasi utangnya, maka utang tersebut akan diteruskan kepada ahli warisnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan KUHPer Pasal 1457 yang menyatakan bahwa ahli waris menerima penuh hak dan kewajiban warisan yang diterimanya.
Dalam praktiknya, hukum utang piutang juga dapat diatur dengan perjanjian khusus yang disebut dengan kontrak utang piutang. Kontrak ini berisi mengenai kewajiban, jangka waktu, dan syarat-syarat pelunasan utang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran perjanjian utang piutang adalah denda kepada pihak yang melanggar perjanjian tersebut. Besarnya denda ini biasanya telah disepakati oleh kedua belah pihak dalam perjanjian utang piutang tersebut.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa hukum utang piutang merupakan peraturan yang mengatur mengenai hubungan antara pemberi utang dan penerima utang serta kewajiban pemberian dan pembayaran utang. Dasar hukumnya terdapat di dalam KUHPer Pasal 1131-1364. Utang piutang dapat diselesaikan dengan cara melunasi utang secara tunai atau melalui pembebanan jaminan. Apabila terjadi sengketa, dapat diselesaikan secara damai atau melalui jalur hukum. Selain itu, terdapat juga kontrak utang piutang yang memuat syarat-syarat yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Pelanggaran perjanjian utang piutang dapat dikenakan sanksi berupa denda.
Dasar Hukum Utang Piutang
Hukum utang piutang adalah aturan yang mengatur hubungan antara pemberi utang dan penerima utang dalam hukum perdata Indonesia, terutama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Beberapa pasal penting yang berkaitan dengan hukum utang piutang antara lain:
- Pasal 1131 KUHPerdata
Pasal ini menegaskan bahwa setiap penerima utang memiliki kewajiban untuk mengembalikan apa yang diterimanya kepada pemberi utang. Pasal ini mengatur hak piutang dan kewajiban utang dalam konteks perdata.
- Pasal 1320 KUHPerdata
Pasal ini menjelaskan syarat sahnya suatu kontrak perjanjian utang piutang, di antaranya adalah kesepakatan dari kedua belah pihak dalam isi pokok kontrak yang disepakati secara sukarela dan saling menguntungkan.
- Pasal 1233 KUHPerdata
Pasal ini memberikan hak kepada kreditur untuk menuntut pembayaran utang yang jatuh tempo dan mengambil tindakan hukum untuk menegakkannya.
- Pasal 1266 KUHPerdata
Pasal ini menyatakan bahwa jika debitur melanggar perjanjian (wanprestasi), kreditur berhak menuntut ganti rugi atau menghentikan kewajiban yang belum dipenuhi.
- Pasal 1754 KUHPerdata
Pasal ini mengatur bahwa utang adalah kewajiban untuk mengembalikan uang atau barang kepada pihak lain dalam kondisi yang sama saat pemberian, asalkan pihak lain tersebut mampu dan bersedia mengembalikan jumlah yang sama.
Untuk menyelesaikan sengketa utang piutang, berbagai tindakan hukum seperti penyelesaian damai, surat somasi, gugatan perdata, eksekusi jaminan, atau proses kepailitan dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam hukum perdata Indonesia.
Pelaksanaan Utang Piutang
Pelaksanaan utang piutang dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
- Pembayaran Tunai
Pembayaran tunai adalah cara yang paling umum dalam pelaksanaan utang piutang. Debitur membayarkan utangnya secara langsung kepada kreditor, baik secara tunai maupun melalui transfer bank.
- Pembayaran dengan Cek atau Bilyet Giro
Pembayaran utang piutang juga dapat dilakukan melalui cek atau bilyet giro. Debitur dapat menerbitkan cek atau bilyet giro kepada kreditor sebagai bukti pembayaran utangnya.
- Pelunasan dengan Cara Lainnya
Selain kedua cara di atas, pelaksanaan utang piutang juga dapat dilakukan dengan cara lain, seperti pemenuhan utang melalui jaminan, pembebasan utang, atau perjanjian untuk melakukan setoran.
Cara Menyelesaikan Utang Piutang Sesuai Hukum
Utang piutang adalah kondisi di mana seseorang atau sebuah organisasi memiliki kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada pihak lain yang disebut sebagai kreditur. Ketika utang piutang tidak dapat diselesaikan secara sukarela, terdapat beberapa langkah yang dapat diambil untuk menyelesaikan utang piutang secara hukum.
1. Mencoba untuk Menyelesaikan Utang Secara Sukarela
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencoba menyelesaikan utang secara sukarela atau damai. Hal ini dilakukan dengan cara untuk menghubungi pihak yang berhutang atau berpiutang dan menegosiasikan kesepakatan pembayaran utang. Selain itu, bisa juga dilakukan dengan mengajukan permintaan untuk melakukan restrukturisasi utang, dimana jangka waktu pembayaran dapat diperpanjang atau jumlah utang dapat dikurangi. Jika pihak yang berutang tidak dapat membayar utang secara penuh, maka pihak yang berpiutang dapat mengambil langkah hukum yang lain.
2. Memberikan Surat Peringatan atau Somasi
Jika upaya damai gagal, pihak yang berpiutang dapat memberikan surat peringatan atau somasi kepada pihak yang berutang. Surat ini berisi pemberitahuan resmi yang menyatakan bahwa pihak yang berutang memiliki kewajiban untuk membayar utangnya. Surat peringatan ini dapat diberikan oleh pihak yang berpiutang secara langsung atau melalui pengacara yang ditunjuk. Pihak yang berutang biasanya diberikan batas waktu untuk membayar utangnya sebelum tindakan hukum lebih lanjut diambil.
3. Melakukan Gugatan di Pengadilan
Apabila pihak yang berutang masih tidak membayar utang setelah menerima surat peringatan, maka pihak yang berpiutang dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Gugatan ini dapat diajukan di pengadilan negeri atau pengadilan agama, tergantung pada jenis utang yang dimiliki. Dalam gugatan, pihak yang berpiutang harus menyertakan bukti-bukti yang kuat dan jelas mengenai utang yang dimiliki oleh pihak yang berutang.
4. Penetapan Putusan Pengadilan
Setelah menerima gugatan, pengadilan akan memberikan putusan yang menetapkan bahwa pihak yang berutang memang memiliki kewajiban untuk membayar utangnya. Dalam putusan ini, biasanya juga ditetapkan jumlah utang yang harus dibayarkan oleh pihak yang berutang. Pihak yang berutang juga diberikan batas waktu untuk membayar utangnya, jika tidak maka akan dikenai sanksi hukum yang lebih berat.
5. Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Jika pihak yang berutang masih tidak melakukan pembayaran utang setelah adanya putusan pengadilan, maka pihak yang berpiutang dapat melakukan eksekusi putusan. Hal ini dilakukan dengan cara mengajukan permintaan kepada pengadilan untuk menjalankan putusan yang telah ditetapkan. Pengadilan akan mengeluarkan surat penetapan eksekusi yang kemudian akan dilaksanakan oleh aparat penegak hukum, seperti petugas pengadilan, polisi, dan pengacara.
Posting Komentar